Muhamad Yahya Mauliddin (SMK Negeri 1 Kendal)
“Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu menjaga engkau dan engkau menjaga harta.” (Ali bin Abi Thalib)
“Sistem among kita yaitu: menyokong kodrat alamnya anak-anak yang kita didik, agar dapat mengembangkan hidupnya lahir dan batin” (Ki Hajar Dewantara)
Sudah 7 bulan berlalu sejak pertengahan Maret itu. Dunia pendidikan tidak lagi mengenal istilah ‘pertemuan’. Sistem pembelajaran di sekolah pun berganti: dari nyata menjadi maya. Tatap muka beralih tatap layar kaca, handphone, laptop, dan sebagainya. Hal ini adalah dampak atas wabah covid-19 (corona). Kita harus menerima. Meski rasa kecewa itu tetap ada. Meski semangat belajar itu tidak lagi sama. Meski semuanya berubah saat berbicara tentang makna ‘pendidikan’.
Hilangnya Makna ‘Pendidikan’
Pendidikan merupakan pilar utama pembentuk karakter generasi muda. Hal ini sesuai dengan cita-cita founding fathers kita dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan, dapat dilakukan dengan mengoptimalkan proses pendidikan di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hakikat pendidikan itu seirama dengan Sistem Among oleh Ki Hajar Dewantara: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani (Di depan memberi teladan, di tengah ikut melaksanakan, di belakang memberi dorongan). Konsep ini sangat penting diketahui khususnya bagi pelajar di sekolah agar mereka menjadi lebih terarah.
Becermin dari itu, ada 3 makna penting tentang ‘pendidikan’: (1) adanya proses pendidikan; (2) adanya pembentukan kepribadian; (3) adanya sistem among. Sistem ini melibatkan orang tua, guru, teman, serta membutuhkan interaksi sosial nyata, yaitu melalui tatap muka. Akan tetapi, jika diamati, makna itu sekarang semakin hilang. Sejak wabah melanda, makna sekolah tidak lagi sama. Bentuk interaksi dunia nyata telah digantikan dunia maya. Hp, internet, dan berbagai teknologi lebih akrab dibandingkan rasa sosial hakiki. Pembentukan karakter peserta didik semakin sulit. Penerapan sistem among pun semakin rumit.
Hilangnya makna pendidikan begitu terasa. Dulunya, banyak pelajar berujar, “Enak sekali bila sering libur sekolah. Nikmat sekali bila bulan depan banyak tanggal merah. Nyaman sekali bila rebahan di rumah.” Saat ini kontradiksi. Ternyata mereka rindu suasana sekolah dan kebersamaan itu. Mereka memang harus ‘melek’ teknologi, namun harus diimbangi dengan sosial hakiki. Secanggih apapun teknologi itu, tak akan mampu menggantikan peran Sang Guru. Sehebat apapun pembelajaran jarak jauh, tak akan mampu membentuk jiwa yang utuh. Persoalan PJJ, di antaranya keefektifan proses dan hasil pembelajaran, sulitnya pengawasan orang tua, dan lemahnya jaringan internet. Lalu, bagaimana solusinya?
Terapkan Lima Strategi “5-B”
- Berani Buka Sekolah
Pemerintah pusat dan daerah harus berani membuka sekolah di seluruh Indonesia. Jiwa guru dalam menyampaikan ilmu akan hadir lagi. Jiwa karyawan dalam melakukan pelayanan akan muncul lagi. Jiwa peserta didik dalam menaklukkan pena dan buku akan terasah lagi.
- Berjanji Jaga Kesehatan
Setelah sekolah dibuka, semua warganya harus berjanji untuk menjaga kesehatan. Sekolah harus menerapkan peraturan baru yang disesuaikan dengan protokol kesehatan covid-19. Di antaranya mengecek suhu tubuh, menggunakan masker, menjaga jarak, dan membiasakan cuci tangan.
- Bangkitkan Motivasi Belajar
Motivasi ini sangat penting karena lama mati akibat pandemi. Akal ibarat pisau. Jika tidak diasah, akan tumpul jadinya. Ilmu laksana pedang. Jika sering digunakan, akan semakin tajam. Kemampuan kita juga sama. Motivasi ini harus dibangkitkan sebagai bekal menjalani pendidikan.
- Bangun Daya Kreativitas
Daya kreativitas ini sebagai bukti bahwa dunia pendidikan tidak hanya menghabiskan APBD dan APBN. Namun, ada wujud nyatanya. Daya kreativitas ini dapat dibangun secara sederhana, melalui cipta karya, ikut serta lomba, dan sebagainya.
- Berdoa kepada Tuhan
Jangan lupakan strategi ini: Berdoa kepada Tuhan. Dialah, Sang Maha Pengatur segalanya. Dialah yang berhak menurunkan penyakit dan obatnya. Dialah yang dapat melindungi segenap bangsa Indonesia dari segala macam wabah dan malapetaka.
Demikian Lima Strategi “5–B” demi Generasi Sejati: Berani buka sekolah, Berjanji jaga kesehatan, Bangkitkan motivasi belajar, Bangun daya kreativitas, dan Berdoa kepada Tuhan. Strategi ini sangat perlu untuk menjunjung tinggi ilmu. Strategi ini sangat penting untuk mengembangkan kemampuan peserta didik lahir dan batin. Muaranya, sesuai konsep Ki Hajar Dewantara, bahwa pendidikan berguna bagi yang bersangkutan (dirinya, keluarganya, dan lingkungannya), pendidikan berguna bagi bangsa dan negaranya, serta pendidikan berguna bagi masyarakat dan dunia (hamemayu hayuning sariro, hamemayu hayuning bongso, hamemayu hayuning bawono).
Muhamad Yahya Mauliddin, akrab disapa Yahya. Pria kelahiran Kudus, 25 Agustus 1993 ini mengabdikan ilmunya di SMK-J1 (SMK Negeri 1 Kendal) sejak lima tahun yang lalu. Jejaknya bisa dilacak melalui akun facebook, instagram, dan channel youtube: yahya mauliddin. Pria yang memiliki hobi membaca dan olahraga ini berharap dunia pendidikan segera pulih kembali. Motto hidupnya: “Orang akan mengenang nama besarmu dari karya-karyamu.”